Selasa, 23 November 2010

softskill tugas makalah

Kode Etik Akuntan Indonesia

Intan Puspita Sari (20207573)
Irma Mutiarani (21207272)
Tiara Amalia (21207095)
UNIVERSITAS GUNADARMA

Sebagai catatan dunia akuntansi, pernah adanya skandal kelas dunia karena etika yang di acuhkan, hal ini disebabkan mereka lebih menjunjung tinggi kepentingan pembesar perusahaan dan kepentingan perusahaan di anggap lebih tinggi dari pada etika profesi. Padahal dalam prinsip akuntansi, etika akuntan harus lebih dijaga daripada kepentingan perusahaan. Dan bagi akuntan, prinsip akuntansi adalah aturan tertinggi yang harus diikuti. Kode etik profesi akuntansi pun menjadi barang wajib yang harus mengikat profesi akuntan.
Setiap orang yang memiliki gelar akuntan, wajib mentaati kode etik dan standar akun,terutama para akuntan publik yang sering bersentuhan terhadap masyarakat dan kebijakan pemerintah. Kewajiban mentaati peraturan kode etik ini telah diatur oleh Departemen Keuangan (Depkeu) dan mempunyai aturan sendiri yakni peraturan menteri keuangan (PMK) no.17 tahun 2008. Intinya peraturan ini mewajibkan akuntan dalam melaksanakan tugas atas kliennya itu berdasarkan SPAP (standar profesi akuntan publik) dan kode etik. Yang diterapkan oleh asosiasi profesi berdasarkan standar internasional. Misalkan dalam auditing SPAP bersandar kepada Internasional Auditing Standar.
Pengetahuan mengenai kode etik akuntan ini, didapat oleh seoarang akuntan dalam masa pendidikan profesi. Kode etik dalam prespektif pendidikan adalah perjanjian bersama mengenai tingkah laku dan perilaku yang harap bisa dilaksanakan profesi dengan baik. Dalam masa pendidikan seorang akuntan dibekali pengetahuan untuk senantiasa dapat menjaga kode etik profesi dalam setiap tindakan sebagai orang yang profesional. Kekuatan itu biasanya didasari dari para pelakunya, yaitu terletak didalam hati nuraninya. Jika para akuntan memiliki integritas tinggi, jujur, independen, objektif dan profesional dengan sendirian dia akan menjalankan prinsip kode etik dan standar akuntan.
Kode etik adalah aturan perilaku etika akuntan dalam memenuhi tanggung jawab profesinya. Pengertian ini dituangkan dalam Anggaran Dasar Rumah Tangga IAI, yang menyebutkan bahwa “Kode etik IAI adalah prilaku dalam etika akuntan dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya yang meliputi prinsip etika akuntan,
Hal yang membedakan sesuatu profesi akuntansi adalah peneriman tanggung jawab kepentingan dalam bertindak untuk kepentingan publik. Oleh karena itu tanggung jawab akuntan profesional harus mentaati dan menerapkan aturan etika dari kode etik yang telah diterapkan.

I. Pendahuluan
Kemajuan ekonomi suatu negara memacu perkembangan bisnis dan mendorong munculnya pelaku bisnis baru sehingga menimbulkan persaingan yang cukup tajam didalam dunia bisnis.hampir semua usaha bisnis bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya (profit making) agar dapat meningkatkan kesejahteraan pelaku bisnis dan memperluas jaringan usahanya, namun terkadang untuk mencapai tujuan itu segala upaya dan tindakan dilakukan walaupun pelaku bisnis harus melakukan tindakan-tindakan yang menggabaikan berbagai dimensi moral dan etika dari bisnis itu.
Bisnis dapat menjadi sebuah profesi etis apabila ditunjang dengan menerapkan prinsip-prinsip etis untuk berbisnis. Prinsip-prinsip dalam berbisnis adalah merupakan suatu aturan hukum yang mengatur kegiatan bisnis semua pihak secara fair dan baik disertai dengan sebuah sistem pemerintahan yang adil dan efektif dalam menegakan aturan dalam bisnis tersebut. Dalam bisnis ini terdapat tata cara yang ideal dalam pengaturan dan pengolahan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara ekonomi/ sosial dimana penerapan norma dan moralitas ini dapat menunjang maksud dan tujuan kegiatan bisnis.
Berdasarkan pernyataan diatas kode etik profesi perlu diterapkan dalam setiap jenis profesi. Kode etik ini menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap individu. Dalam prinsip akuntansi etika akun harus harus lebih dijaga dibandingkan dengan kepentingan perusahaan . Tanpa etika, profesi akuntansi tidak akan ada karena funsi akuntansi adalah penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh pelaku bisnis dengan berdasarkan kepentingan banyak pihak yang terlibat dengan perusahaan. Dan bukan hanya didasarkan pada beberapa pihak tertentu saja karena itu bagi akuntan prinsip akuntansi adalah aturan tertinggi yang harus diikuti. Kode etik menjadi wajib bagi para akuntan.

II. Etika dan Pendidikan Etika
Ward et al (1933) mendefinisikan etika sebagai suatu proses, yaitu proses penentuan yang kompleks tentang apa yang harus dilakukan dalam situasi tertentu argumen ini didasarkan pada ketidakpastian terlalu sederhana perepsi umum atas pengertian etika yang hanya dianggap pernyataan benar-salah baik-buruk. Proses itu sendiri meliputi penyeimbangan pertimbangan sisi dalam dan sisi luar yang disifati oleh kombinasi unik dari pengalaman dan pembelajaran masing-masing individu.
Menurut Magnis Suseno (1985) etika normatif dibagi menjadi dua yaitu tolak ukur pertanggung jawaban moral dan menuju kebahagiaan. Tolak ukur pertanggung jawaban moral meliputi etika wahyu, etika peraturan, etika situasi, dan etika relativisme. Sedangkan etika normatif menuju kebahagiaan meliputi egoisme , pengembangan diri dan utilitarisme. Disamping itu Hardjono membagi jenis etika berdasar kan 4 kelompok etika normatif, etika peraturan, etika situasi, etika relativisme.
Pengkelompokan normatif dan jenis etika tersebut juga terdapat dalam Multidimensonial ethics scale (cohen 1993) yang mengembangkan atas 4 dimensi yaitu dimensi justice, dimensi egoism,dimensi utilitarian, dan dimensi contractualism.
Kode etik dalam perspektif pendidikan adalah perjanjian bersama mengenai tingkah dan perilaku yang diharapkan bisa dilaksanakan profesi dengan baik. Saat ini berprofesi sebagai akuntan khususbya akuntan publik regenerasi tidak seperti yang diharapkan. Sekarang, bagaimana caranya menarik minat mahasiswa supaya tertarik menjadi akuntan publik. Tentu ini menjadi masalah kita bersama KAP juga harus bertanggung jawab untuk memberi gambaran apa itu akuntan publik karena mereka langsung terjun kelapangan.
Tujuan etika pendidikan secara menurut Wynd dan Mager (1989) adalah tidak untuk mengubah cara mahasiswa menganggap bagaimana seharusnya mereka bertindak dalam situasi tertentu. Tujuan yang lebih layak adalah menbuat mahasiswa menyadari dimensi etika dan sosial dalam setiap pengambilan keputusan bisnis mereka sehingga diharapkan dimensi ini akan menjadi komponen dalam proses pengambilan keputusan mereka kelak.
Sedangkan loeb(1988) mengemukakan tujuan pendidikan etika dalm bidang akuntansi adalah :
1. Menghubungkan pendidikan akuntansi kepada persoalan persoalan etis
2. Mengenalkan persoalan dalam akuntansi yang mempunyai implikasi etis.
3. Mengembangkan suatu perasaan kewajiban atas tanggung jawab moral
4. Mengembangkan kemampuan yang berkaitan dengan konflik etis
5. Belajar menghubungkan dengan ketidakpastian profesi akuntansi
6. Menyusun perubahan untuk perilaku etis
7. Mengapresiasikan dan memahami sejarah dan komposisi seluruh aspek etika dan hubungan terhadap bidang umum dan etika

III. Etika Profesi Akuntan
Dalam etika profesi sebuah profesi memiliki komitmen moral yang tinggi yang biasanya dituangkan dalam bentuk aturan khusus yang menjadi pegangan bagi setiap orang yang mengemban profesi yang bersangkutan. Aturan ini merupakan aturan main dalam menjalankan atau mengemban profesi tersebut yang biasa disebut sebagai kode etik yang harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi. Menurut Chua dkk(1994) menyatakan bahwa etika profesional juga berkaitan dengan etika moral yang lebih terbatas pada ke khasan pola etika yang diharapkan untuk profesi tertentu.
Setiap profesi yang memberikan jasa pada masyarkat harus memiliki kode etik yang merupakan prinsip-prinsip moral dan mengatur tentang perilaku profesioanal. Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap etika profesi adalah akuntan publik Didalam etika publik terdapat muatan-muatan etika yang pada dasarnya untuk melindungi masyarakat dari kepentingan masyarakat yang menggunakan jasa profesi. Terdapat dua sasaran pokok dari kode etik ini yang pertama kode etik bermaksud melindungi masyarakat dari kemungkinan dilalaikan baik secara disengaja ataupun tidak sengaja dari kaum profesional. Kedua kode etik juga bertujuan melindungi keseluruhan profesi tersebut dari perilaku-perilaku buruk orang-orang tertentu yang mengaku dirinya profesional.
Etika profesi akuntan di indonesia diatur dalam kode etik Akuntan Indonesia. Kode etika ini mengikat para anggota IAI dan dapat diperguakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI. Di indonesia penegakan kode etik dilaksanakan sekurang-kurangnya enam unit organisasi
Yaitu kantor akuntan publik, unit peer review kompartemen akuntan publik IAI, badan pengawas profesi kompartemen akuntan publik IAI, Dewan pertimbangan Profesi IAI, Departemen Keuangan RI dan BPKP. Selain 6 unit organisasi diatas, pengawasan terhadap kode etik juga dilakukan oleh para anggota dan pimpinan KAP.
Kode etik akuntan merupakan norma perilaku yang mengatur hubungan auditor dengan para klien, antara uditor dengan sejawatnya dana antara profesi dengan masyarakat. Kode etik akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan a turan bagi seluruh anggota, baik yang berprakter sebagai auditor. Bekerja dilingkungan dunia usaha , pada instansi pemerintah, maupun dilingkungan dunia pendidikan. Etika profesional bagi praktek auditor di Indonesia dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (sihwahjoni dan gudono 2000).
Prinsip perilaku profesianal seorang akuntan yang tidak secara khusus dirumuskan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia tetapi dapat dianggap menjiwai kode perilaku IAI, berkaitan dengan karateristik tertentu yang harus dipenuhi oleh seoarang akuntan. Prinsip etika yang tercantum dalam kode etik akuntan indonesia sebagai berikut :
1. Tanggung Jawab. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional. Akuntan harus mewujudkan kepekaan profesional dan pertimbangan moral dalam semua aktivitas mereka.
2. Kepentingan Masyarakat. Akuntan harus menerima kewajiban untuk melakukan tindakan mendahulukan kepentingan masyarakat, menghargai kepercayaan masyarakat, dan menunjukan komitmen pada profisionalisme.
3. Objektivitas dan Independensi. Akuntan harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari benturan kepentingan dalam melakukan tanggung jawab profesional. Akuntan yang berpraktek sebagai akuntan publik harus bersikap independen dalam kenyataan dan penampilan pada melaksanakan audit dan jasa atestasi lannya.
4. Keseksamaan. Akuntan harus mematuhi standar teknis dan profesi berusha untuk terus meningkatkan kompetisi dan mutu jasa dan melaksanakan tanggung jawab profesional dengan kemampuan terbaik.

IV. RUU dan Kode Etik Profesi Akuntan Publik
Untuk mengawasi akuntan publik, khususnya kode etik Departemen Keuangan mempunyai aturan sendiri yakni Peraturan Menteri Keuangan no 17 tahun 2008. Intinya peraturan ini mewajibkan akuntan dalam melaksanakan tugas atas kliennya itu selalu berdasarkan pada SPAP dan kode etik. SPAP dan kode etik yang telah diterapkan oleh profesi berdasarkan standar internasional. Misalkan dalam auditing SPAP bersandar kepada internasional Auditing standar.
Laporan keuangan memiliki fungsi yang sangat vital sehingga, harus disajikan dengan penuh tanggung jawab. Untuk itu Departemen Keuangan menyusun rancangan undang-undang tentang akuntan publik dan RUU laporan keuangan. RUU tentang akuntan publik antara lain didasari pertimbangan untuk mendorong profesioanalisme dan integritas profesi akuntansi publik. RUU akuntan publik terdiri atas 15 bab dan 60 pasal. Dengan pokok-pokok pengaturan yang mencangkup lingkung jasa akuntan publik, prijinan akuntan publik, perijinan KAP, dan kerja sama KAP dengan KAP asing atau organisasi audit asing.
RUU itu juga menngatur mengenai regulasi profesi akuntan publik, asosiasi akuntan publik hak, kewajiban, dan larangan bagi akuntan publik dan KAP. Komite pertimbangan Profesi Akuntan Publik, sanksi administratif, dan ketentuan pidana.
Sedangkan kode etik yang sedang disusun oleh SPAP adalah kode etik Internasional Federation of Accountans yang diterjemahkan jadi kode etik ini bukan merupakan hal yang baru kemudian disesuaikan dengan IFAC. Jadi tidak ada perbedaan yang signifikan antara kode etik SPAP dengan IFAC.
Adopsi etika oleh dewan SPAP tentu sejalan dengan misi para akuntan indonesia untuk tidak sekedar jago kandang. Apalagi misi federasi akuntan internasional seperti yagn disebut konstitusi adalah melakukan pengembangan perbaikan secara global profesi akuntan dengan standar yang harmonis sehingga dapt memberikan pelayanan dengan kualitas tinggi secara konsisten untuk kepentingan publik .
Seorang anggota IFAC atau KAP tidak boleh menetapkan standar yang kurang tepat dibandingkan dengan aturan dalam kode etik ini. Namun demikian, bila terdapat anggota dewan atau KAP yang dilarang untuk mematuhi aturan tertentu dalam kode etik ini oleh hukum dan perundang-undangan maka mereka harus mematuhi aturan lainnya dalam kode etik ini. Akuntan profesional harus memahami perbedaan aturan dan pedoman beberapa daerah jurisdiksi, kecuali dilarang oleh hukum atau perundang-undangan.

V. Aplikasi Kode Etik
Meski sampai saat ini belum ada seorang akuntan yang diberi sangsi berupa Pemberhentian praktek audit oleh dewan kehormatan karena melanggar kode etik dan standar profesi akuntan ,tidak berarti seorang akuntan dapat bekerja sekehendaknya . Setiap orang yang memegang gelar akuntan wajib mentaati kode etik dan standar akuntan, utamanya para akuntan publik yang sering bersentuhan denagn masyarakat dan kebijakan pemerintahan menjadi sebuah keharusan itulah wujud pelaksanaan etika. Etika yang dijalankan dengan baik dan benar menjadikan sebuah profesi menjadi terarah dan jauh dari skandal.
Akuntan tidak independen apabila dalam periode audit dan penugasan profesionalnya, baik akuntan, KAP, maupun orang dalam KAP, memberikan jasa-jasa non audit kepada klien seperti, pembukaan atau jasa yang lain yang berhubungan dengan jasa akuntansi klien, desain sistem informasi, aktuaria dan audit internal. Konsultasi kepada kliennya dibidang itu dapat menimbulkan benturan kepentingan.
Menurut Kataka puradireja (2008) kekuatan dalam kode etik profesi itu terletak pada para pelakunya yaitu didalam hati nuraninya. Jika para akuntan iyu mempunyai integritas tinggi dengan sendirinya dia akan menjelaskan prinsip kode etik dan standar akuntan. Didalam kode etik IAI diartikan aturan perilaku akuntan dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya yang meliputi prinsip etika akuntan , aturan etika akuntan, dan interprestasi aturan etika akuntan. Dan kode etik dirumuskan oleh badan khusus yang dibentuk untuk tujuan tersebut DPN (Dewan Pengurus Nasional.
Hal yang membedakan suatu profesi akuntansi adalah penerimaan tanggung jawab dalam bertindak untuk kepentingan publik. Oleh karena itu tanggungjawab akuntan profesional bukan sematamata untuk memenuhi kebutuhan klien atau pemberi kerja tetapi bertindak untuk kepentingan publik yang harus mentaati dan menerapkan aturan etika dari kode etik .
Oleh karena itu akuntan profesional diharuskan untuk mematuhi prinsip-prinsip Fundmental berikut :
1. Integritas, akuntan profesionalcharus bersikap jujur dalam semua hubungan profesional dan bisnis.
2. Objektivitas, Akuntan profesional tidak boleh membiarkan hal-hal yang biasa terjadi , tidak boleh membiarkan terjadinya benturan kepentingan atau tidak boleh mempengaruhi pihak lain dengan cara tidak pantas yang dapat mengesampingkan pertimbangan profesional atau pertimbangan bisnis.
3. Kompetensi dan sikap kehati-hatian profesional, akuntan profesional memiliki kewajiban yang berkesinambungan untuk memelihara pengetahuan dan keahlian profesioanal pada satu tingkat dimana klien menerima jasa profesional.
4. Kerahasian, akuntan profesional harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh sebagai hasil dari hubungan profesional dan hubungan bisnis
5. Profesional, Akuntan profesional harus mematuhi hukum dan perundang-undangan yang relevan dan harus menghindari semua tindakan yang dapat mendeskreditkan profesi.

VI. Kesimpulan
Laporan keuangan yang accountable dan auditable sangalah penting baik bagi perusahaan itu sendiri maupun bagi para pelaku bisnis lainnya. Disini peran akuntan publik sangat penting. Akuntan publik sebagai suatu profesi yang mengembang kepercayaan publik harus bekerja dalam kerangka peraturan perundangan.
Berbagai pelanggaran etika telah banyak terjadi saati ini dan dilakukan oleh akuntan . Misalnya berupa perekayasaan data akuntansi untuk menunjukan kinerja perusahaan agar terlihat baik, ini merupakan pelanggaran akuntan terhadap kode etika profesinya.
Ancaman terhadap kepatuhan praktisi pada prinsip dasar etika profesi dapat terjadi dalam situasi tertentu ketika praktisi melaksanakan kerjaannya. Karena beragam situasi, maka pencegahan yang tepat dalam kode etik ini adalah mengharuskan praktisi untuk mengindentifikasi, mengevaluasi, menangani, setiap ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi dengan tujuan untuk melindungi kepentingan publik, serta tidak hanya untuk mematuhi seperangkat peraturan khusus yang dapat bersifat subjektif.
Demikianlah bahwa salah satu hal yang membedakan profesi akuntan publik dengan profesi lainnya adalah tanggungjawab profesi akuntan publik untuk melindungi kepentingan publik. Olehkarena itu, tanggung jawab profesi akuntan publik tidak hanya terbatas pada kepentingan klien dan pemberi kerja. Ketika bertindak untuk kepentingan publik, setiap praktisi harus mematuhi dan menerapkan seluruh prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur dalam kode etik . Kode etik yang dijalankan dengn benar menjadi sebuah profesi menjadi terarah dan menjadi jauh dari skandal.

Kamis, 04 November 2010

SOFT SKIL ETika profesi AKUNTANSI

PENDIDIKAN ETIKA PROFESI AKUNTANSI TERHADAP SIKAP MAHASISWA
PADA TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

Intan Puspita Sari (20207573)
Irma Mutiarani (21207272)
Tiara Amalia (21207095)
Tugas SoftSkill Etika Profesi Akuntansi
Mahasiswa Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma


Abstrak
Etika profesi akuntansi merupakan pendidikan aktivitas profesi, profesi akuntansi tidak terlepas dari aktivitas bisnis yang menuntut mereka untuk bekerja secara profesional sehingga selain harus memahami dan menerapkan etika profesi, mereka harus memahami dan menerapkan etika di dalam lingkungan perusahaan.
Penelitian ini berfokus pada efek dari etika profesi akuntansi pendidikan, gender, dan terutama pada sikap mahasiswa pada CSR. Ada tiga tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji apakah etika profesi akuntansi berpengaruh terhadap sikap mahasiswa pada tanggung jawab sosial perusahaan, apakah gender berpengaruh terhadap sikap mahasiswa pada tanggung jawab sosial perusahaan.
Populasi penelitian ini adalah Mahasiswa Universitas gunadarma fakultas Ekonomi jurusan akuntansi, dengan menyebarkan 150 kuesioner terhadap responden, Sampel yang diambil sekitar 130 responden dari populasi. menggunakan metode uji validitas, data diuji dengan melakukan validitas konstruksi. Berdasarkan perhitungan, dari 12 item kuesioner untuk data definisi menjalankan perusahaan yang baik menurut mahasiswa, 9 item dari Kuesioner untuk data tentang sikap mahasiswa mengenai tanggung jawab sosial perusahaan dalam sosial. Data yang ada diuji dengan menggunkan metode perhitungan Cronbach Alpha. Dengan alat bantu software SPSS 15.0
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara sikap siswa yang belum dan sudah mendapatkan etika profesi akuntansi , Tidak ada efek dari gender terhadap etika profesi akuntansi pada sikap mahasiswa pada CSR.


PENDAHULUAN
Pada saat ini, era globalisasi, persaingan akan menjadi tajam, dan hanya mereka yang siap, mempunyai sikap profesional dengan bekal yang memadai saja akan hidup dalam masa mendatang. Untuk itu perlu meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menghadapinya. Kekuatan objektif mencakup dua hal paling pokok , yaitu modal dan tenaga kerja. Modal yang kuat saja tidak memadai, Tenaga profesional yang akan menentukan kekuatan manajemen dan profesionalisme suatu perusahaan dalam kesuksesan nya. Tenaga profesional tidak hanya didasarkan pada keahlian dan keterampilan, melainkan yang tidak kalah pentingnya adalah komitmen moral: disiplin, loyalitas, kerjasama, integritas pribadi, tanggung jawab, kejujuran, perlakuan yang manusiawi, dan seterusnya. Satu hal yang sangat penting dalam persaingan yang ketat adalah relasi, network. Relasi hanya mungkin dijalin dan dipertahankan atas dasar kepercayaan.
Kepercayaan hanya dapat dipegang jika dibuktikan dan ditunjang oleh nilai-nilai moral yang nyata: kejujuran, mutu, dan seterusnya. Etika profesi berperan penting dalam membentuk tenaga–tenaga yang profesional dengan mempertahankan kode etik. Karakter menunjukkan profesionalitas yang diwujudkan dalam sikap profesi dan tindakan etisnya.
Pendidikan etika profesi akuntansi ini menerapkan bahwa sebagai individu harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan. Dibalik semua perkembangan yang ada terdapat satu sisi yang selalu menjadi trade off dari semuanya yaitu kehidupan sosial dari masyarakat sekitar. Kehidupan sosial atau lebih sering dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan isu yang sedang hangat-hangatnya dibicarakan dan sudah menjadi kewajiban bagi setiap perusahaan. Tanggung jawab sosial perusahaan tidak hanya pada pemilik modal atau saham, kreditor, karyawan, konsumen, kelompok sosial, beroperasi yang juga dapat membawa dampak positif bagi tanggung jawab sosial perusahaan.
Seseorang berperilaku etis tidak hanya dapat dipengaruhi dari lingkungan bisnisnya. Lingkungan dunia pendidikan dapat juga mempengaruhi seseorang berperilaku etis. Calon akuntan perlu diberi pemahaman yang cukup terhadap masalah-masalah etika profesi yang akan mereka hadapi. Terdapatnya mata kuliah yang berisi
ajaran moral dan etika sangat relevan untuk disampaikan kepada mahasiswa. Keberadaan pendidikan etika memiliki peran penting dalam perkembangan profesi dibidang akuntansi di Indonesia.
Indiana Farid Martadi dan Sri Suranta (2006) meneliti tentang “Persepsi Akuntan Mahasiswa Akuntansi dan Karyawan Bagian Akuntansi dipandang dari segi Gender terhadap Etika bisnis dan Etika Profesi”.
Sikap etis juga dapat dipengaruhi oleh gender atau jenis kelamin. Menurut penelitian Anna Maija Lamsa et.al (2007), wanita memiliki nilai etika yang lebih tinggi dibandingkan pria. Mahasiswa wanita lebih memiliki nilai etika, lingkungan, dan dimensi sosial dalam menjalankan perusahaan yang baik dari pada mahasiswa pria.
Sikap etis juga dapat dipengaruhi oleh gender atau jenis kelamin. Menurut penelitian Annisa Islamira (2008) , wanita memiliki nilai etika yang lebih tinggi di bandingkan pria. Nilai etika, lingkungan, dan dimensi sosial yang dimiliki wanita dalam menjalankan perusahaan lebik baik dari pada mahasiswa pria.
Berdasarkan uraian penelitian sebelumnya diatas, maka penulis termotivasi untuk melakukan penelitian “PENGARUH PENDIDIKAN ETIKA PROFESI AKUNTANSI TERHADAP SIKAP MAHASISWA PADA TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN.”

Perumusan Masalah
Penelitian mengenai etika profesi akuntansi ini dilakukan karena aktivitas profesi akuntansi tidak terlepas menuntut mereka untuk bekerja secara profesional sehingga memahami dan menerapkan etika profesi, Penelitian ini dilakukan terhadap calon akuntan (mahasiswa) karena mereka adalah calon akuntan yang seharusnya dibekali terlebih dulu pengetahuan mengenai etika sehingga setelah lulus nanti mahasiswa dapat bekerja secara profesional berdasarkan etika profesi dan dapat menerapkan etika dalam lingkungan perusahaan. Melalui mata kuliah etika profesi diharapkan dapat membekali mahasiswa berupa pengetahuan mengenai etika profesi akuntansi.
Penelitian ini mengkhususkan untuk menyoroti masalah apakah pendidikan etika profesi akuntansi berpengaruh terhadap sikap mahasiswa terhadap tanggung jawab sosial perusahaan, selain itu menyoroti gender karena masih adanya diskriminasi terhadap wanita dalam lingkungan pekerjaannya dan adanya beberapa pendapat pada penelitian sebelumnya bahwa wanita lebih memiliki sensitivitas etis dibandingkan dengan pria.
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut :
1. Apakah pendidikan etika profesi berpengaruh terhadap sikap mahasiswa pada tanggung jawab sosial perusahaan?
2. Apakah gender berpengaruh terhadap sikap mahasiswa pada tanggung jawab sosial perusahaan ?

Dalam melakukan penelitian ini penulis akan membatasi masalah pada pengaruh etika pendidikan etika profesi akuntansi, gender terhadap sikap mahasiswa, hanya pada ruang lingkup tanggung jawab sosial perusahaan saja.

Tujuan dari penelitian ini antara lain adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan etika profesi terhadap sikap mahasiswa pada CSR, melalui ada atau tidaknya perbedaan sikap mahasiswa yang belum dengan mahasiswa yang sudah menempuh pendidikan etika profesi akuntansi terhadap sikap mahasiswa terhadap tanggung jawab sosial perusahaan.
2. Untuk mengetahui pengaruh gender terhadap sikap mahasiswa pada tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), Apakah ada atau tidaknya perbedaan sikap mahasiswa pria dengan mahasiswa wanita pada tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).

Manfaat Penelitian
a. Secara akademis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan awal bagi yang Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pemgembangan disiplin ilmu ekonomi khususnya akuntansi di Indonesia.

METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode eksploratif. Alasan penulis menggunakan metode eksploratif ini bertujuan untuk mengungkap secara luas dan mendalam tentang sebab-sebab dan hal-hal yang mempengaruhi terjadinya sesuatu. Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai metode yang dipilih untuk mengumpulkan data. Kuesioner dirancang untuk menjelaskan pengaruh antar variable. Operasi seluruh variable dalam penelitian ini dijalankan dalam lingkungan yang bersifat alamiah (natural environment/ non contrived setting) yang memiliki arti bahwa penelitian ini dilakukan secara langsung dalam lingkungan pendidikan yang berada pada umumnya, dalam penelitian ini berupa universitas.

Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan 2 jenis Teknis analisis data untuk mendapatkan hasil yang akurat dan informatif atas masalah yang telah dirumuskan yaitu: statistik deskriptif dan uji kualitas data dengan statistik inferensial. Secara spesifik, kedua metode ini akan diuraikan sebagai berikut:
Statistik deskriprif adalah metode statistik untuk menghimpun kembali jawaban responden dari kuesioner yang telah dijawab ke dalam bentuk yang sekiranya mampu menyajikan data dalam format informatif. Statistik deskriptif ini dilakukan terhadap seluruh butir karakteristik responden yang diajukan berdasarkan jumlah individu yang menjawab per pilihan jawaban bersama tingkat persentasenya dan dilakukan pula terhadap setiap butir pernyataan melalui penyajian nilai rata-rata hitung serta nilai simpangan baku.
Uji kualitas data dalam penelitian ini dengan menggunakan statistik inferensial. Statistik inferensial digunakan untuk menentukan sesuatu yang berkaitan dengan populasi berdasarkan pada sampel yang digunakan (Jakaria, dkk, 2005), sehingga metode ini dipakai untuk menentukan tingkat kualitas data serta kuat atau tidaknya karakteristik komponen-komponen pernyataan. Berdasarkan definisi tersebut, maka dilakukan pengujian kualitas data dalam statistik inferensial. Berikut ini akan dijelaskan secara ringkas mengenai uji instrumen yang akan dilaksanakan:

1.) Uji validitas
Menurut Jakaria, dkk (2005), uji validitas adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui apakah semua pertanyaan penelitian yang diajukan untuk mengukur variabel penelitian adalah valid (dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur). Validitas menunjukkan tingkat kemampuan suatu instrumen untuk mengungkapkan sesuatu yang menjadi objek pengukuran yang dilakukan dengan instrumen penelitian tersebut. Jika suatu item pernyataan dinyatakan tidak valid, maka item pernyataan itu tidak dapat digunakan dalam uji-uji selanjutnya.
Teknik korelasi yang digunakan adalah Pearson’s Correlation Product Moment untuk pengujian dua sisi yang terdapat pada program komputer SPSS 15.0 for Windows. Hasil uji korelasi tersebut bisa dikatakan valid jika apabila tingkat probabilitasnya lebih kecil dari 0,05.

2.) Uji reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan terhadap pertanyaan kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini. Menurut Jakaria, dkk (2005), uji reliabilitas berfungsi untuk menunjukkan stabilitas dan konsistensi dari suatu instrumen yang mengukur suatu konsep dan berguna untuk mengakses “kebaikan” dari suatu pengukur. Uji reliabilitas dilakukan melalui perhitungan besarnya koefisien Cronbach’s alpha. Koefisien Cronbach’s alpha ini dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan dengan ketentuan apabila nilainya lebih besar dari atau sama dengan (>) 0,600, maka dapat dikatakan bahwa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi syarat-syarat realibilitas.

PEMBAHASAN Tabel 4.3

N Minimum Maximum Mean
DMP 1 130 3.00 5.00 4.5077
DMP 2 130 3.00 5.00 4.846
DMP 3 130 3.00 5.00 4.4077
DMP 4 130 3.00 5.00 4.2769
DMP 5 130 3.00 5.00 4.4615
DMP 6 130 3.00 5.00 4.4692
DMP 7 130 3.00 5.00 4.3923
DMP 8 130 2.00 5.00 4.6538
DMP 9 130 3.00 5.00 4.6077
DMP 10 130 2.00 5.00 4.3923
DMP 11 130 4.00 5.00 4.4000
DMP 12 130 3.00 5.00 4.3231
SMCR 1 130 3.00 5.00 4.5077
SMCR 2 130 3.00 5.00 4.4846
SMCR 3 130 3.00 5.00 4.4077
SMCR 4 130 3.00 5.00 4.2769
SMCR 5 130 3.00 5.00 4.4615
SMCR 6 130 3.00 5.00 4.4692
SMCR 7 130 3.00 5.00 4.3923
SMCR 8 130 2.00 5.00 4.6538
SMCR 9 130 3.00 5.00 4.6077
CSR 130 3.61 4.89 4.514
Valid N
( listwise) 130



Dari tabel 4.3 diatas menunjukkan besarnya nilai mean atau nilai rata-rata dan standar deviasi untuk variabel yang diukur dalam penelitian ini. Nilai mean menunjukkan rata-rata penilaian responden terhadap suatu pernyataan. Sikap mahasiswa menunjukkan positif dalam setiap menjawab pernyataan kuesioner yang diberikan dengan hasil skor 5 tertinggi pada setiap jawaban responden.Dengan demikian sikap mahasiswa menunjukkan bahwa mudah dalam menjawab semua pernyataan yang diberikan. Sedangkan standar deviasi menggambarkan besarnya penyimpangan terhadap rata-rata dari pernyataan yang diajukan dalam kuesioner penelitian, maka dengan demikian bisa disimpulkan bahwa kemungkinan ada penyimpangan responden dalam menjawab yang tidak sesuai dengan sikap pribadi responden itu sendiri atau bisa di sebabkan karena kurang memahami nya dalam menjawab setiap poin pada pernyataan responden yang ada. 1) Uji validitas
Adapun hasil uji validitas terhadap pernyataan-pernyataan yang digunakan dalam instrument penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.4 sebagai berikut:
Tabel 4.4.1
Hasil Pengujian Validitas Untuk Konstruk Definisi Menjalankan Perusahaan Yang Baik Menurut Mahasiswa (DMP)

Konstruk

1 Koefisien Korelasi p-value Keputusan
1.DMP1 0,363** 0,000 Valid
2.DMP2 0,383** 0,000 Valid
3.DMP3 0,585** 0,000 Valid
4.DMP4 0,650** 0,000 Valid
5. DMP5 0,573** 0,000 Valid
6. DMP6 0,506** 0,000 Valid
7. DMP7 0,354** 0,000 Valid
8. DMP8 0,328** 0,000 Valid
9. DMP9 0,380** 0,000 Valid
10.DMP10 0,280** 0,001 Valid
11. DMP11 0.361** 0,000 Valid
12. DMP 12 0,354** 0,000 Valid
** correlation is significant at the 0.01 level.
Sumber : data diolah (lihat lampiran)

Berdasarkan tabel di atas, item-item pernyataan diatas memiliki p-value < 0.05. Artinya item-item pernyataan yang digunakan dalam instrumen penelitian memiliki validitas konstruk. Terdapat konsistensi internal dalam pernyataan-pernyataan tersebut sehingga dapat membentuk konstruk dari DMP.

Tabel 4.4.2
Hasil Pengujian Validitas Untuk Konstruk Sikap Mahasiswa Pada Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (SMCSR) Konstruk

Konstruk Koefisien Korelasi p-value Keputusan
1. SMCSR1 0,369** 0,000 Valid
2. SMCSR2 0,470** 0,000 Valid
3. SMCSR3 0,620** 0,000 Valid
4. SMCSR4 0,652** 0,000 Valid
5. SMCSR5 0,626* 0,000 Valid
6. SMCSR6 0,583** 0,000 Valid
7. SMCSR7 0,451** 0,000 Valid
8. SMCSR8 0,390** 0,000 Valid
9. SMCSR9 0,338** 0,000 Valid
** correlation is significant at the 0.01 level.
Sumber : data diolah (lihat lampiran)

Berdasarkan tabel di atas, item-item pernyataan diatas memiliki p-value < 0.05. Artinya item-item pernyataan yang digunakan dalam instrumen penelitian memiliki validitas konstruk. Terdapat konsistensi internal dalam pernyataan-pernyataan tersebut sehingga dapat membentuk konstrak dari SMCSR.
2.) Uji Reliabilitas
Adapun hasil uji reliabilitas terhadap kelompok pernyataan yang digunakan dalam instrumen penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.5 sebagai berikut:

Tabel 4.5
Hasil Uji Reliabilitas Pernyataan Dalam Kuesioner Konstruk
Konstruk Items Cronbach’s Coefficient Alpha
DMP 12 0,606
SMCSR 9 0,636
Sumber : data diolah (lihat lampiran)

Berdasarkan tabel di atas, koefisien Cronbach’s Alpha untuk masing-masing konstruk lebih besar (>) 0.60, artinya Cronbach’s Alpha dapat diterima (acceptable). Jawaban rersponden terhadap pernyataan-pernyataan yang digunakan untuk mengukur variabel CSR adalah konsisten dan konstruk dapat dipercaya (reliable).

4.2 Hasil Uji Hipotesis
1).Uji Levene’s
Sebelum dilakukan pengujian hipotesa dengan menggunakan independent sample t-test terlebih dahulu dilakukan uji kesamaan varians(Levene’s Test) dengan langkah-langkah:
a. Hipotesa : Ha : varians dari kedua variabel tidak sama (berbeda)
Ho : varians dari kedua variabel sama (tidak berbeda)
b. Pengambilan kesimpulan dilakukan dengan kriteria
Jika sig dari F-statistik > 0.05 maka Ho diterima
Jika sig dari F-statsitik < 0.05 maka Ho ditolak
Hasil dari Uji Levene’s dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.6 sebagai berikut :

Tabel 4.6
Pengujian Levene’s Test for Equality of Variances

Variabel Asymp. Sig
Keterangan Ho
Et_pro
0,005
P < 0,05
Ditolak

Gender 0,061
P > 0,05
Diterima
Sumber : data diolah (lihat lampiran)


Berdasarkan tabel diatas, nilai probabilita variabel Et_Pro lebih kecil dari (<) 0,05 maka Ho ditolak atau berarti variabel Et_Pro memiliki varians yang tidak sama, sehingga digunakan t-stat baris 2. Sedangkan nilai probabilita variabel Gender dari (>) 0,05 maka Ho diterima atau berarti variabel Gender memiliki varians yang sama.

2). Uji Independent Sampel T-Test
Untuk uji hipotesis dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode Independent-Samples T Test. Independent-Samples T test merupakan pengujian perbedaan rata-rata dari suatu variable untuk dua kelompok variable yang tidak saling berhubungan.
Tabel 4.7 dibawah ini menunjukkan hasil dari pengujian Two Independent Sample t-Test

Tabel 4.7
Pengujian Two-Independent Sample t-test
Variabel Asymp. Sig (2-tailed) Keterangan Ho

Et_Pro
Gender 0,143
0,562 P > 0,05
p > 0,05 Diterima
Diterima
Sumber : Data Diolah


Pada tabel 4.7 memperlihatkan hasil pengujian Ho1 diterima karena variabel pendidikan etika profesi memiliki p-value sebesar 0.143 yang berarti nilai probabilita (p-value) lebih besar (>) 0.05, menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara sikap mahasiswa yang belum dengan mahasiswa yang sudah menempuh pendidikan etika profesi pada tanggung jawab sosial yang berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara pendidikan etika profesi terhadap sikap mahasiswa pada tanggung jawab sosial perusahaan.
Dalam penelitian ini diajukan 2 hipotesis dan berikut hasil ujian tersebut:
• Hipotesis 1
Hipotesis ini menguji pengaruh yang signifikan etika profesi terhadap sikap mahasiswa pada tanggung jawab sosial perusahaan. Pengaruh dilihat dari apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara sikap mahasiswa yang belum dengan mahasiswa yang sudah menempuh pendidikan etika profesi pada tanggung jawab sosial.
Pada hasil uji hipotesis 1 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan sikap mahasiswa yang belum dengan mahasiswa yang sudah menempuh mata kuliah etika profesi akuntansi pada tanggung jawab sosial perusahaan, yang berarti pendidikan etika profesi tidak berpengaruh terhadap sikap mahasiswa pada tanggung jawab sosial perusahaan. Hal ini mungkin dapat dipengaruhi oleh faktor adanya mata kuliah etika profesi Mahasiswa Akuntansi dapat menempuh matakuliah etika profesi pada saat semester tujuh (VII) . Matakuliah etika profesi membahas materi mengenai tanggung jawab sosial perusahaan pada 2 kelompok pendekatan stakeholders, yaitu kelompok primer dan kelompok sekunder. Kelompok primer teridiri dari: pemilik modal, kreditor, karyawan, pemasok, konsumen, penyalur, dan rekanan. Kelompok sekunder yang terdiri dari: pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok sosial, media massa, kelompok pendukung, masyarakat pada umumnya, dan masyarakat setempat (komunitas sosial). Selain itu mata kuliah Pemeriksaan Akuntansi (Auditing) yang sebelumnya diperoleh mahasiswa Akuntansi pada saat semester enam (VI). Matakuliah Auditing , juga membahas materi mengenai tanggung jawab sosial perusahaan melalui 5 model tanggung jawab sosial terhadap pihak stakeholders antara lain: pelanggan, karyawan, investor, pemasok, dan komunitas lokal. Auditing juga membahas tentang etika profesi dan kode etik seorang akuntan. Faktor adanya mata kuliah Auditing , yang mungkin mempengaruhi sikap mahasiswa yang belum mendapatkan mata kuliah etika profesi pada tanggung jawab sosial perusahaan, sehingga tidak ada perbedaan antara mahasiswa yang belum dengan mahasiswa yang sudah menempuh matakuliah etika profesi.

• Hipotesis 2
Hipotesis ini menguji pengaruh yang signifikan jenis kelamin terhadap sikap mahasiswa pada tanggung jawab sosial perusahaan. Pengaruh dilihat dari apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara sikap mahasiswa dan mahasiswi pada tanggung jawab sosial.

Pada tabel 4.7 memperlihatkan hasil pengujian Ho2 diterima karena variabel gender memiliki p-value sebesar 0.562 yang berarti nilai probabilita (p-value) lebih besar (>) 0.05, menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara sikap mahasiswa dan mahasiswi pada tanggung jawab social yang berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara jenis kelamin terhadap sikap mahasiswa pada tanggung jawab sosial perusahaan.
Pada hasil uji hipotesis 2 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan sikap mahasiswa dengan mahasiswi pada tanggung jawab sosial perusahaan, yang berarti jenis kelamin (gender) tidak berpengaruh terhadap sikap mahasiswa pada tanggung jawab sosial perusahaan. Hal ini mungkin dapat dipengaruhi faktor usia yang relatif sama dan status yang masih sebagai mahasiswa, tidak sebagai pekerja. Mahasiswa dan mahasiswi dalam penelitian ini, memiliki usia yang relatif sama. Mahasiswa dan mahasiswi dalam penelitian ini, tidak berkecimpung langsung didunia kerja. Menurut dua alternatif penjelasan tentang perbedaan gender dalam menentukan keinginan untuk melakukan perilaku bisnis tidak etis, berbeda apabila berada didunia kerja, menurut alternatif pertama yaitu pendekatan sosialisasi gender, menyatakan bahwa pria dan wanita membawa nilai-nilai dan norma yang berbeda ketempat kerja mereka. Wanita secara tipikal dilingkungan pekerjaan, direfleksikan dengan perhatian pada sesama. Pria secara tipikal dilingkungan pekerjaan, disosialisasikan pada nilai-nilai agensi yang melibatkan pengembangan diri, kompetensi dan keunggulan. Menurut alternatif kedua yaitu pendekatan struktural gender, memprediksi bahwa pria dan wanita yang mendapatkan pelatihan atau pengajaran dan berada pada posisi atau jabatan yang sama akan menunjukkan prioritas etis yang sama. Faktor mahasiswa dan mahasiswi yang mendapatkan pengajaran yang sama mengenai tanggung jawab sosial perusahaan, dan posisi yang sama sebagai mahasiswa ini menyebabkan tidak adanya perbedaan sikap mahasiswa dan mahasiswi pada tanggung jawab sosial perusahaan.
Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang pernah dilakukan Annisa Islamira (2008) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan mahasiswa pria dan wanita. Dan hasil penelitian ini juga tidak konsisten dengan penelitian yang pernah dilakukan Lamsa et.al (2007) menyatakan mahasiswa wanita memiliki nilai etika yang lebih tinggi terhadap lingkungan dan tanggung jawab sosial dibandingkan dengan mahasiswa pria.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Sesuai dengan hasil analisis faktor dan pembahasan atas uji kekuatan karakteristik terhadap pernyataan-pernyataan kuesioner dalam penelitian ini dalam bab sebelumnya, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
a. Dari sisi matakuliah etika profesi, tidak terdapat perbedaan yang signifikan sikap mahasiswa yang belum dengan mahasiswa yang sudah menempuh matakuliah etika profesi terhadap tanggung jawab sosial perusahaan. Artinya, variabel pendidikan etika profesi tidak berpengaruh terhadap sikap mahasiswa pada tanggung jawab sosial perusahaan sebagai variabel independen.
b. Dari sisi jenis kelamin (gender), tidak terdapat perbedaan yang signifikan sikap mahasiswa pria dengan mahasiswa wanita terhadap tanggung jawab sosial perusahaan. Artinya, variabel jenis kelamin (gender) tidak berpengaruh terhadap sikap mahasiswa pada tanggung jawab sosial perusahaan sebagai variabel independen.



Saran
Dari hasil penelitian ini, terdapat pula beberapa saran bagi penelitian selanjutnya yang dapat di uraikan sebagai berikut :
a. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menambah jumlah responden.tidak hanya dari kalangan mahasiswa saja, dapat juga dari kalangan akuntan langsung didunia kerja atau akuntan publik sehingga mampu menghasilkan data yang lebih akurat seiring perluasan responden sebagai subjek penelitian.